SULUT MENANGIS


Senin, 18 Februari 2013 , 07:36:00
SULUT MENANGIS
Bencana Terbesar di Manado, 17 Tewas, Ribuan Mengungsi

 NAAS: Bocah Enggelica Palit saat dievakuasi dari timbunan longsor di Citra Land. (insert) Foto semasa hidup Enggelica bersama papa dan mamanya Frangky Palit dan Elisabeth Kawilarang yang juga ikut menjadi korban.
MANADO —  Hujan di Manado dan sekitarnya kembali menelan korban jiwa. Hujan yang mengguyur sejak Sabtu (16/2) dini hari hingga Minggu (17/2) siang berakibat 17 orang tewas. 14 orang di Manado dan 3 orang di Kabupaten Sitaro  diterjang longsor. Sulut pun menangis, karena ini adalah bencana terbesar sejak 2000 lalu.

Korban tewas yang rata-rata tertimbun longsor itu, 11 orang di antaranya adalah satu keluarga. Seperti di Citraland, Keluarga Palit- Kawilarang adalah Frangky Palit (ayah), Elisabeth Kawilarang (ibu), dan Enggelica Palit (anak).

Dan kakak-adik Leidy dan Rafda Oroh. Di Tingkulu korbannya Riska Megi Ruru (ibu) dan Grecia Gisela Gosal (anak), serta Ribka Gosal (ipar Riska). Di Kabupaten Sitaro, juga adalah satu keluarga, yakni Max Dani Lazarus (suami), Sarni Maya Lomboni (ibu), dan Chika Lazarus (anak).

Dari status BlackBerry Mesenger (BBM) salah satu korban tewas, Leidy Oroh, ihwal longsor di cluster Eden Bridge Perumahan Citraland itu tersebar. “Oh Tuhan Kalau Boleh Se Brenti Ni Ujang, karena ada longsor kecil (Oh Tuhan, kalau boleh dihentikan hujannya, karena ada longsor kecil),” demikian status BBM perempuan satu anak yang sehari-harinya sebagai pemimpin cabang salah satu bank di Kampus Unsrat itu. 

Menurut warga sekitar, saat ditemukan Rafda masih hidup, namun kakinya terjepit oleh reruntuhan bangunan beton, kayu dan batu. “Masih sempat dikasih minum air. Mungkin kalau cepat ditolong dia bisa selamat,” tambah Romy Karundeng, warga.

Longsor di Kelurahan Tingkulu terjadi di Lingkungan VIII dan VII menewaskan 4 orang: dua bocah dan dua orang dewasa dari keluarga Gosal-Wadah dan Taroreh-Wakulu. Lurah Tingkulu Aneke Lukas didampingi Kepala Lingkungan VIII Lucky Sumangkut mengatakan bencana yang merenggut nyawa empat warganya itu terjadi pukul 09.00 Wita, Minggu kemarin.

Menurut Merry, keluarga Riska Megi Ruru, longsor tersebut terjadi tiga kali. Pertama pukul 08.00 Wita hanya longsor biasa. Pukul 09.00 Wita terjadi lagi, dan saat David Gosal (suami Merry) dan anaknya Grecia, yang juga korban membersihkan dinding rumahnya yang penuh dengan longsoran tanah. "Grecia hanya sebentar menemani ayahnya, dan ikut bergabung lagi sama tante (Ribka) dan ibunya di teras depan," kata Merry mengutip pengakuan David.

Pukul 10.00 Wita terjadi longsor susulan yang dahsyat menyeret putri, istri, dan adik David hingga ke rumah tetangganya (Keluarga Kereh-Longkutoy). Sementara David berhasil lari menyelamatkan diri. "Syukur keluarga kami masih selamat, dan melarikan diri saat longsor  ke dua kalinya," ujar Edy Kereh, tetangga David.

Longsor juga terjadi di beberapa lokasi di Manado. Yakni di Perumahan Handayani Ranomuut menewaskan satu orang, di Paal Dua yang sempat mengganggu jalan akses ke Bandara, dan beberapa longsor kecil di belasan titik.

Sementara itu, hujan yang mengguyur hampir seluruh wilayah Sulut selama dua hari itu telah menimbulkan banjir besar. Sejak Sabtu malam Manado sudah dikepung banjir. Ribuan orang terpaksa mengungsi karena curahan air dari wilayah Tondano masih tinggi.

Wilayah yang menjadi langganan sudah lebih dulu diterjang banjir, rata-rata yang berada di bantaran sungai Tondano, Tikala, dan Karombasan. Yakni,  Kelurahan Ternate Tanjung, Ketang Baru, Wonasa, Kombos, Karame, Paal Dua Atas, Paal Dua, Paal IV, Taas, Dendengan Luar, Dendengan Dalam, Komo Luar, Sario, dan lainnya.

Banjir kali ini merupakan yang terparah setelah 2000 lalu. Sebab, sejumlah wilayah yang sebelumnya hanya digenangi setinggi mata kaki, bahkan tidak pernah banjir, kemarin digenangi banjir hingga dada orang dewasa. Seperti di Mahawu, Kecamatan Tuminting; dan Kelurahan Bailang. “Baru ini Mahawu terjadi banjir dengan tinggi sampai dada orang besar,” ujar Rustam, warga Mahawu. 

Sedangkan kantor Wali Kota Manado dan lapangan Sparta Tikala, di depannya, juga tampak bagaikan tambak ikan. Air menggenangi lokasi ini setinggi lutut kaki orang dewasa. Sejumlah mobil pemadam kebakaran yang parkir di kantor Wali Kota Manado pun segera diungsikan.

Di Ternate Tanjung, warga mulai mengungsi sejak pukul 23.00 Wita, Sabtu malam. Sebagian dari mereka mengungsi ke SD Negeri 52 dan mesjid Darul Arqam Ternate Tanjung. Tampak anak-anak dan orang tua menjadi prioritas yang diungsikan.

Selain itu, pengumuman lewat pengeras suara juga disampaikan pemerintah kelurahan agar warga menyelamatkan barang-barang penting ke tempat yang aman. “Karena hujan tidak berhenti, dan air sungai tambah naik,” kata Kamarudin Suhadi saat ditemui di Mesjid Darul Arqam.

Upaya yang sama dilakukan warga Ketang Baru, karena wilayahnya hanya berbatasan dengan Ternate Tanjung yang juga jadi langganan banjir. Siang kemarin, kelurahan ini telah digenangi air 100 persen hingga rumah-rumah tenggelam.

Kondisi yang sama juga terjadi di Kelurahan Paal II di belakang dealer mobil Honda. Rata-rata rumah yang terletak di bibir sungai Tondano itu tergenang banjir hingga 4 meter karena yang terlihat tinggal bubungannya. “Luapan air sungai sangat tinggi, sehingga membuat satu rumah terbawa banjir,” ujar salah seorang warga setempat.

Di antara lokasi-lokasi bencana itu, yang paling parah adalah kompleks Citraland. Selain  6 orang tewas yang menimbun dua rumah, di lokasi terpisah juga 12 mobil dan 2 motor tertimbun tanah longsor. Lokasi ini membawa kepedihan bagi Johan Oroh dan Lenny Reppie, mereka terus saja menangis memandang reruntuhan bangunan rumah anaknya Leidy Oroh yang dilanda longsor parah.

Tampak, Lenny Reppie dari jauh saat memandang reruntuhan rumah anak kesayangannya Leidy, langsung berteriak histeris, sambil melepas sandalnya dan berlari. Ribuan pasang mata langsung memandang arah perempuan 50-an ini. Warga sekitar pun langsung datang, menemani wanita yang baru saja kehilangan kedua anak kekasih Leidy Oroh dan Rafda Oroh.

Setelah informasi banjir dan longsor ini merebak sejak malam, berbagai bantuan pun datang. TNI dan polisi, tim SAR menyebar turun ke berbagai lokasi banjir dan longsor. Beberapa anggota TNI dari Lantamal VIII Manado membawa perahu karet mengevakuasi korban, bahkan ada yang dievakuasi melalui atap karena air sudah mencapai bubungan rumah.

Sementara itu, tak saja di Manado, bencana yang memakan korban itu juga melanda Kabupaten Kepulauan Sitaro. Banjir bandang dan longsor terjadi di sejumlah wilayah Siau Timur. Tiga warga tewas yang merupakan satu keluarga di Desa Lia I, Kecamatan Siau Timur.(selengkapnya di halaman Sitaro). Keluarga ini rumahnya, bersama dua rumah lainnya, diterjang air bah yang membawa material batu hingga ukuran besar dan batang-batang pohon dari atas pegunungan.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Translate

Flag Counter

Flag Counter

Blogger news

my widget

Followers

share

Clock

anniversary

Blogroll

chat

Angry Birds -  Busy

About

mouse