Surat dari Janin Korban Aborsi



Suatu hari, saat kami sedang melakukan upacara perkabungan untuk salah satu bayi perempuan korban aborsi, Raja Alam Rahim membacakan sebuah surat yang sangat menyedihkan. Surat itu ditulis oleh si bayi yang mati. 

Inilah surat itu. 




Mama tersayang, 



Apakah mama masih sering murung dan menangis? Aku harap semuanya sudah menjadi lebih baik. Sewaktu aku masih di dalam kandunganmu, aku selalu bersedih setiap kali mendengar mama menangis. Aku selalu ingin menghiburmu, andai saja aku bisa. Tetapi lebih sering aku ikut menangis bersamamu. Kadang aku berteriak. “Mama, Mama sayang kenapa menangis?” 



Lalu aku menendang-nendang perutmu agar mama tahu aku ada disini dan menemanimu, dan mama tidak sendirian. Aku ada disini. Tapi sepertinya teriakanku kurang kencang dan tak terdengar olehmu. Di saat seperti itu, biasanya aku menangis lebih keras lagi. Aku selalu sangat bersedih setiap kali mendengar hal-hal buruk yang menimpamu. 





Belum lama aku meninggalkan rahimmu yang hangat itu, mama tersayang. Bahkan aku masih ingat ketika aku melihat jari-jari tangan dan kakiku yang mungil—yang kadang-kadang kugerakkan dengan memukul atau menendang dinding rahimmu. Aku rindu saat-saat itu. 

Aku selalu merasa ada ikatan khusus yang bekerja secara misterius diantara kita. Ikatan yang seolah-olah menyatukan hati dan perasaan kita. Bila kau senang, aku pun senang. Bila kau menangis aku juga merasakan sakitnya. Suatu hari kau menangis nyaris sepanjang malam—dan aku merasa bersedih mendengarnya. Tapi aku tidak bisa membayangkan apa yang membuatmu bersedih? Siapa yang membuatmu menangis? 
Pada malam yang sama ketika aku berusaha menghiburmu melalui tendangan-tendangan kecilku, sesuatu yang mengerikan terjadi padaku. 



Tiba-tiba lenganku seperti ditarik paksa dari tempatnya dan tak lama dari itu aku melihat lenganku terlepas. Sakit sekali rasanya. Sakit yang hebat yang baru pertama kali kurasakan dan langsung merenggut tanganku. Aku sangat ketakutan. Aku berteriak sekuat tenaga sambil menahan sakit yang teramat di tubuhku. Tapi, mama tersayang, mengapa kau tak berusaha menolongku? 



Tangismu berhenti, tapi peristiwa yang lebih mengerikan justru terjadi padaku. Kakiku ditarik oleh sesuatu yang sangat dingin dan kejam—ditarik sampai kedua kakiku putus. Sakit sekali sampai aku kesulitan untuk bergerak dan bernapas lagi. Aku seperti merasakan sel-sel dalam tubuhku menyempit dan aku tak kuat lagi. Aku berteriak dengan sisa-sisa suaraku, “Mama, Mama, tolong aku! Tolong aku!” Tetapi sepertinya kau memang tak mendengar suaraku. 

Tiba-tiba tubuhku dicabut dari tempatnya semula, dan rasa sakit yang dahsyat menghantamku hingga aku tak sadarkan diri lagi. Oh, mama tersayang, betapa aku berusaha hidup dan menemanimu disana. Tetapi sesuatu yang misterius itu tidak bisa kuhentikan. Meskipun aku sudah menangis keras dan memohon kepadanya, ia tetap merenggut lenganku, kakiku, hingga seluruh tubuhku. 





Mama tersayang, maafkan aku sudah tak bisa lagi menemani hari-harimu. Sebenarnya aku ingin sekali selalu bersamamu. Aku ingin mengusir semua air matamu. Aku punya banyak rencana untuk membahagiakanmu suatu saat nanti. Tetapi kini semua sudah terlambat, aku tak lagi bersamamu. Bahkan aku tak sempat mengatakan bahwa aku sangat menyayangimu. Pernah menjadi bayi di rahimmu adalah sebuah kebahagiaan tersendiri buatku.. 



Mama tersayang, aku hanyalah satu dari sekian banyak calon bayi permpuan malang. Dan sejujurnya, aku masih ingin menjadi bayi perempuanmu yang bisa tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik—sepertimu. Tetapi, rasanya kini semuanya sudah terlambat. Aku sudah pergi. Aku sudah tak bernyawa dan bernapas lagi. 



Seseorang disini mengatakan padaku bahwa aku adalah bayi perempuan korban aborsi. Ia mengatakannya sambil mengejekku, hatiku sakit sekali mendengarnya—meskipun aku tak mengerti apa yang ia katakan. Aku tak tahu makhluk seperti apa aborsi itu. Aku belum pernah mendengar sebelumnya. Apakah yang dikatakannya benar? 



Mama tersayang, aku menulis surat ini untuk mengingatkanmu agar kau berhati-hati pada makhluk yang bernama aborsi itu. Mahluk ini jahat sekali. Dengan kejam ia merenggut lenganku, kakiku, tubuhku, nyawaku. Aku jadi berpikir, apakah dia yang selama ini membuatmu menangis? Aku tidak tahu. Aku tak dapat membayangkannya. Tetapi aku ingin mama tetap berhati-hati padanya. 



Mama tersayang, aku mohon maaf karena aku telah pergi meninggalkanmu sendirian. Aku harap kau bisa mengatasi semua masalahmu dan menjadi seseorang yang selalu dilingkupi kebahagiaan. Dan aku, meskipun tak bersamamu lagi, selalu mendoakanmu.. 




Salam sayang dari sini, 

Bayi perempuanmu yang pergi.. 



0 komentar:

Posting Komentar

 

Translate

Flag Counter

Flag Counter

Blogger news

my widget

Followers

share

Clock

anniversary

Blogroll

chat

Angry Birds -  Busy

About

mouse